MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Di tengah persiapan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dalam pembentukan regulasi berupa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum bagi masyarakat miskin, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali Ni Kadek Vany Primaliraning menilai, keberadaan regulasi mengenai bantuan hukum kepada masyarakat miskin, mulai dari Undang-Undang (UU) Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum beserta turunannya perlu dilakukan pembahasan mendalam dan diperluas lagi definisi pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang dianggap sebagai golongan miskin.
“Kasus pendampingan hukum di Indonesia sangat beragam, seperti pemberian bantuan hukum kepada seorang tenaga kerja yang di PHK, dia man tidak boleh mencari pekerjaan baru sampai urusan di tempat kerja sebelumnya benar-benar selesai. Sedangkan proses ini bisa cukup panjang sehingga tenaga kerja yang di PHK bisa saja tidak bisa menghidupi diri dan keluarganya,” terangnya memberikan contoh saat ditemui di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Provinsi Bali, Selasa (5/11/2019).
Selain itu, jika kasus hukum yang melibatkan perempuan dan anak yang memiliki suami atau orang tua berkecukupan juga perlu mendapatkan bantuan hukum.
Apalagi, jika akses kekayaannya tersebut hanya bisa digapai oleh suami atau orang tuanya dan di sisi lain perempuan atau anak tersebut malah mengalami kekerasan.
“Bagaimana usaha pemerintah untuk melakukan perlindungan itu, kan menjadi susah. Sehingga diperlukan perluasan,” simpulnya.
Vanny mengatakan, sebelumnya bahwa pihaknya bersama berbagai Organisasi Bantuan Hukum (OBH) lainnya di Indonesia telah melaksanakan Konferensi Nasional Bantuan Hukum.
Konferensi ini telah dilaksanakan sebanyak dua kali, pertama di Jakarta dan yang kedua di Sanur, Denpasar.
Dalam Konferensi Nasional Bantuan Hukum pertama itulah pihaknya melakukan sebuah kajian mengenai penyelenggaraan bantuan hukum di Indonesia.
Salah satunya yakni menyoroti apakah hanya masyarakat miskin saja yang berhak mendapatkan akses bantuan hukum atau justru perlu diperluas lagi.
Kemudian dalam Konferensi Nasional Bantuan Hukum kedua yang dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI diharapkan ada sebuah perbaikan sistem secara keseluruhan terkait bantuan hukum.
“Harapannya dalam pembentukan Raperda bantuan hukum ini harusnya lebih progresif,” harapnya.
Telebih, jelasnya, di sini sudah dilakukan konferensi, baik itu oleh inisiasi lembaga-lembaga bantuan hukum dan kemudian dikukuhkan oleh BPHN.
Menurutnya, harusnya pihak DPRD melihat hal tersebut dalam upaya membentuk regulasi mengenai bantuan hukum.
“Konferensi tersebut telah didasarkan pada kajian akses bantuan hukum dari seluruh Indonesia dan DPRD Bali pun tidak perlu lagi melakukan studi banding keliling,” tambahnya.(DI)
Editor: N. Arditya