MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum, Mohamad Yunus Affan mengungkapkan bahwa jumlah organisasi bantuan hukum (OBH) di seluruh Indonesia meningkat sebesar 30 persen dan hal tersebut belum diikuti dengan kenaikan anggaran yang sesuai, saat ini masih berkisar Rp51 miliar untuk tahun 2019.
“Organisasi bantuan hukum meningkat 30 persen lebih banyak dibanding periode akreditasi sebelumnya yaitu tahun 2016 sampai dengan 2018 yang hanya 405 organisasi bantuan hukum, walaupun belum diikuti dengan kenaikan anggaran yang sesuai dan memadai sampai saat ini masih berkisar Rp51 miliar untuk tahun 2019,” terangnya pada pembukaan Konferensi Nasional Bantuan Hukum II, di Sanur, Bali, Rabu (11/9/2019).
Yunus menambahkan untuk sebaran OBH setelah terverifikasi dan terakreditasi pada periode ketiga ini, ternyata masih terdapat provinsi yang minim jumlah pemberi bantuan hukumnya bahkan ada yang satu provinsi hanya ada 2 pemberian bantuan hukum. Organisasi yang terakreditasi pun lebih banyak konsentrasi di Ibu kota provinsi maupun juga Ibu kota negara, sehingga banyak kabupaten kota yang tidak memiliki pemberi bantuan hukum.
Menurutnya, saat ini terdapat 215 kabupaten/kota yang memiliki pemberi bantuan hukum dari 514 kabupaten dan kota seluruh Indonesia, artinya sampai saat ini baru 42 persen seluruh kabupaten/kota yang ada pemberi bantuan hukumnya.
“Terkait dengan kabupaten/kota yang belum memiliki lembaga bantuan hukum ini, maka mereka tetap memperoleh akses keadilan tetapi dari kabupaten/kota yang ada dalam satu wilayah provinsi dan yang penting tidak menyeberang dari wilayah provinsi lain, sepanjang OBH itu ada dalam satu provinsi dengan kabupaten/kota yang tidak ada lembaga bantuan hukumnya, jadi boleh menggunakan OBH yang ada di wilayah kabupaten/kota lain,” jelasnya.
Konferensi ini bertujuan untuk mengnyinergikan dengan pengadilan dan kepolisian karena ini merupakan prioritas nasional, agar masyarakat luas lebih banyak memperoleh bantuan hukum khususnya terkait dengan masyarakat kurang mampu. Khususnya masyarakat yang wilayahnya berbentuk kepulauan dan wilayah-wilayah yang luas, sehingga jangkauannya harus menggunakan transportasi yang cukup sulit dan terbilang mahal.
“Untuk kategori masyarakat kurang mampu sebagai penerima bantuan hukum, mereka wajib meminta surat keterangan dari kepala desa maupun lurah setempat, apakah mereka termasuk kelompok miskin atau tidak, jadi itu barangkali yang dapat menentukan di setiap daerah,” tambahnya.
Guna mewujudkan pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan bagi masyarakat, pemerintah bersama DPR RI kemudian mengeluarkan UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dengan harapan pelaksanaan pemberian layanan bantuan hukum menjadi jelas aturan mainnya.
“Misalnya seperti kejelasan dari pihak yang berhak menerima layanan bantuan hukum gratis, lalu lembaga mana yang berwenang mendampingi atau memberikan layanan kepada orang miskin, hingga pengawasan pihak-pihak yang terkait dalam layanan bantuan hukum,” pungkasnya. (DI)
Editor : N. Arditya