MENARAnews, Pandeglang (Banten) – Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) menyiapkan strategi konservasi untuk kelangsungan hidup badak jawa selama satu dasawarsa ke depan. Strategi itu disiapkan untuk menghadapi berbagai ancaman yang berpotensi merusak populasi badak jawa.
Kepala Balai TNUK Anggodo menuturkan, pihaknya mempunyai misi untuk menjamin kelestarian minimal 90 individu badak jawa ditahun 2029 mendatang.
“Serta menyediakan second habitat yang dapat memberi manfaat bagi masyarakat termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi,” ujarnya dalam kegiatan konsultasi publik Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Badak Jawa 2019-2029 di Pendopo Bupati Pandeglang, Senin (12/8/2019).
Untuk mencapai hal itu, ada empat strategi tujuan yang disiapkan, meliputi pengembangan wilayah dan sistem pengelolaan kawasan yang menjamin peningkatan populasi dan kualitas habitat badak jawa. Kedua, mengembangkan sistem pengelolaan yang menjamin peningkatan kuantitas dan kualitas individu di TNUK.
“Ketiga, membentuk metapopulasi badak jawa di second habitat. Dan terakhir adalah membentuk satu populasi semi-in-situ di dalam sebuah suaka yang kini di TNUK telah memiliki Javan Rhino Sanctuary and Conservation Area (JRSCA),” urainya.
Anggodo menjabarkan, startegi itu disiapkan untuk menghadapi tantangan yang bakal dihadapi dimasa mendatang. Tantangan itu berupa luas habitat efektif badak jawa diperkirakan hanya 60% dari luas semenanjung TNUK, ancaman bencana tsunami dan gempabumi, kegiatan ilegal, penyakit, dan sex ratio jantan dan betina yang tidak seimbang serta adanya potensi inbreeding atau kawin sedarah.
“Kalau tahun lalu mengedepankan 3 pilar. Tetapi tahun ini bertambah untuk memperhatikan kuantitas dan kualitasnya. Jadi bukan cuma bertambah jumlahnya, tetapi juga lebih baik kualotasnya. Artinya badak lebih sehat, terjaga fisik dan keamanannya. Tentunya agar tidak terjadi badak yang inbreeding,” jelasnya.
Guru Besar Fakuktas Kehutanan di Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Ali Kodra menimpali, strategi yang disusun dinilainya sudah baik. Hanya saja ia menekankan agar TNUK bersama pihak terkait lainnya meningkatkan koordinasi dan integrasi. Mengingat pengembangan populasi badak jawa merupakan investasi besar.
“Strategi ini menurut kami bagus. Tetapi harus diperhatikan agar bagaimana strategi ini berjalan dalam upaya konservasi badak. Sehingga harus cukup persyaratan, yang meliputi SDM yang cukup, organisasi harus cukup, dan dana harus cukup. Termasuk mekanisme kerja harus cukup yang berkaitan koordinasi, integrasi,” bebernya.
Dari empat hal itu, dua yang masih perlu menjadi perhatian besar. Keduanya yakni pendanaan dan strategis mengenai koordinasi dan sinergis supaya nantinya tidak ada yang saling egois.
“Cuma yang perlu menjadi PR besar dimasalah dana dan strategis mengenai koordinasi dan sinergis supaya tidak ada yang egois. Harus ditentukan siapa koordinatornya,” ucapnya.
“Pendanaan bisa melibatkan APBN, APBD, dan swasta. Tapi jangan lupa BLUD juga bisa digerakkan. Sehingga nanti TNUK bisa menjalankan bisnis,” saran mantan anggota Dewan Riset Nasional itu.
Sementara dari data yang dirilis TNUK, jumlah populasi badak jawa kini hanya menyisakan 69 individu, yang terdiri atas 12 individu anak dan 57 individu dewasa. Jumlah ini dianggap mengalami peningkatan populasi sebesar 28,1% dalam kurun waktu 2013 hingga 2018. (IN)