MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Mediasi lanjutan sengketa informasi publik antara Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali dan Gubernur Bali terkait surat Gubernur Bali untuk Presiden RI menemui jalan buntu. Pasalnya setelah mediasi pertama tertunda, kedua belah pihak masih bersikeras dengan pendirian masing-masing dalam penyelesaian sengketa tersebut. Sehingga hasil final mediasi antara Walhi Bali dan Gubernur Bali di Kantor Komisi Informasi (KI) Provinsi Bali, dinyatakan gagal, Jumat (19/7/2019).
Konsisten pada subtansi yang diajukan pada mediasi sebelumnya, Tim hukum WALHI Bali, I Wayan Adi Sumiarta, SH, M.Kn membeberkan alasan mengapa Gubernur Bali harus memberikan uji konsekuensi dan meminta maaf secara terbuka kepada publik.
Menurutnya, Gubernur Bali wajib memberikan salinan uji konsekuensi karena berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, disebutkan bahwa apabila seorang pejabat publik mengatakan sebuah informasi itu dikecualikan maka harus ada uji konsekwensi terlebih dahulu. Ketika WALHI Bali mengajukan permohonan informasi terkait salinan surat yang dikirim Gubernur Bali ke Presiden Joko Widodo, Gubernur Bali kembali mengatakan bahwa itu adalah informasi tertutup.
“Artinya sebelum Gubernur Bali menyatakan bahwa informasi tersebut adalah informasi tertutup, Gubernur Bali harus melakukan uji konsekuensi terlebih dahulu terhadap informasi yang dikatakan tertutup atau di kecualikan. Karena Gubernur Bali telah menyatakan informasi tersebut tertutup maka WALHI Bali minta hasil uji konsekuensinya. Permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Gubernur Bali dan itu yang menjadi salah satu penyebab mediasi ini gagal”, jelasnya.
Direktur eksekutif WALHI Bali, I Made Juli Untung Pratama menjelaskan bahwa, menutup informasi yang bersifat publik adalah tindakan semena-mena oleh pejabat publik, untuk itu dalam sidang mediasi WALHI Bali menuntut agar gubernur Bali meminta maaf atas tindakannya tersebut.
“Permintaan maaf tersebut penting bagi publik agar kedepannya tindakan sewenang-wenang baik oleh Gubernur Bali maupun pejabat publik lainnya tidak terulang-ulang kembali”, ujar Untung Pratama.
Di lain sisi, Kuasa Hukum Gubernur Bali, Drs. I Ketut Ngastawa mengatakan bahwa salah satu penyebab gagalnya mediasi tersebut dikarenakan pihak Gubernur Bali keberatan dengan permintaan Walhi Bali untuk melangsungkan mediasi secara terbuka untuk umum. Menurutnya permintaan tersebut bertolak belakang dengan aturan mediasi.
“Sesuai dengan Peraturan Komisi Informasi pasal 38 ayat (5), dalam proses mediasi itu tertutup. Dan karena peraturannya seperti itu maka kami keberatan. Kecuali kalau sudah sepakat dalam mediasi, sudah selesai, (hasilnya) baru dibuka. Ketika mediasi berlangsung, oleh aturan dinyatakan tertutup untuk umum,” jelasnya.
Ditambahkannya pula, permintaan Walhi Bali atas bukti uji konsekuensi yang menjadi dasar pengecualian surat Gubernur Bali pada Presiden RI, serta diikuti dengan permintaan maaf Gubernur Bali secara terbuka, merupakan subtansi diluar kewenangan mediator. Maka dari itu mediasi berakhir gagal dan lanjut pada sidang ajudikasi secara transparan.
“Apapun yang dilakukan oleh Gubernur sebagai pejabat publik tentu akan disampaikan, tidak ada upaya-upaya untuk menutupi,” katanya.
Selama proses sengketa berlangsung Ngastawa terus melaporkan hasilnya kepada Gubernur Bali Wayan Koster melalui Biro Hukum Seta Provinsi Bali maupun secara langsung.
Agenda akan kembali dilanjutkan dengan sidang Ajudikasi sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Komisi Informasi Provinsi Bali. (DI)
Editor: N. Arditya