MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat kunjungan wisatawan ke Pulau Dewata selama Mei 2019
mencapai 485.795 kunjungan, yakni mengalami peningkatan setinggi 1,82 persen jika dibandingkan dengan catatan bulan April 2019. Namun sayangnya peningkatan tersebut tak bisa menutupi fakta bahwa Bali mengalami penurunan hingga 8,08 persen dibandingkan dengan jumlah kunjungan selama Mei 2018.
“Ini harus diterima sebagai situasi tidak menggembirakan. Terus apalagi kita masih berpegang pada target-target lama, sudah waktunya untuk meninjau kembali targetnya atau situasinya yang perlu diidentifikasi lebih kuat,” ungkap Kepala BPS Provinsi Bali, Adi Nugroho di Denpasar, Senin(1/7/2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Pulau Bali pada Mei 2019 mencapai 485.795 orang. Sedangkan pada Mei tahun sebelumnya tercatat 528.510 wisatawan. Dengan demikian terjadi penurunan jumlah kunjungan wisman 8,08 persen (y on y).
“Untuk lima besar wisatawan yang paling banyak datang ke Bali pada Mei 2019 adalah wisman dengan kebangsaan Australia (20,30 persen), kemudian disusul wisman asal Tiongkok (19,24 persen), India (7,95 persen), Amerika Serikat (5,11 persen) dan Inggris (4,79 persen),” jelasnya.
Kemudian untuk peringkat 6 hingga 10 adalah wisatawan yang datang dari negara Perancis (3,26 persen), Jepang (3,25 persen), Jerman (3,19 persen), Malaysia (3,13 persen) dan Korea Selatan (2,89 persen).
Dari 485.795 wisatawan mancanegara yang datang ke Bali selama Mei 2019, mayoritas datang menggunakan jasa penerbangan yakni 485.758 wisatawan dan 37 wisatawan melalui jalur laut.
Adi menambahkan, jika dilihat data secara kumulatif jumlah kunjungan wisman yang datang langsung ke Bali selama 2019 tercatat mencapai 2.305.802 orang atau lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2018 (y on y) yang tercatat mencapai 2.348.455 orang atau turun sedalam 1,82 persen.
Melihat tren data kunjungan wisman yang menurun itu, Adi mengharapkan berbagai pihak terkait tidak tinggal diam saja ataupun hanya berharap semuanya baik-baik saja.
“Penyebab penurunan ini mungkin gairah pariwisata di tingkat internasional sedang terganggu, karena mau tidak mau, kita harus berani menyebut ada resesi karena salah satunya efek perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok. Selain itu di negeri kita terjadi situasi tingginya harga pesawat domestik yang agaknya sudah ikut berpengaruh pada menurunnya kunjungan wisman,” ucapnya.
Lebih lanjut, diperkirakan pula bahwa terjadinya penurunan wisman dimungkinkan karena Bali tidak dijadikan sebagai satu-satunya destinasi utama wisata.
“Mugkin masih mampir ke Banyuwangi, ke NTB, mampir kemana lagi, menggunakan penerbangan domestik. Dan perhitungan kunjungan wisman tersebut didasarkan pada penerbangan maskapai secara direct ke Bali,” ucapnya.
Baru-baru ini diperoleh informasi bahwa Kementerian Perhubungan secara tegas akan “memaksa” maskapai penerbangan untuk meninjau kembali penetapan harga per 1 Juli ini. Selain itu, dalam pertemuan KTT G20 di Osaka, diketahui bahwa Presiden AS, Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping sudah berbaikan dan diharapkan dapat berdampak pada redanya ketegangan perang dagang kedua negara.
“Berita-berita baik itu kami tunggu, mudah-mudahan situasi yang tidak menggembirakan ini tidak semakin gawat,” harapnya.
Melihat dari sisi yang berbeda, Adi mengakui bahwa penurunan kunjungan wisman tersebut merupakan tantangan tersendiri untuk Bali yang memang telah memiliki daya tarik alamiah. Dapat dijadikan pertimbangan Pemerintah terhadap standarisasi nilai jual Bali, entah kedepan dilakukan upaya peningkatan nilai jual Bali ataupun memilih untuk bergantung pada keadaan Bali yang apa adanya.(DI)
Editor : N. Arditya