MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) terus bermunculan. Bidang Perempuan (BP) Pengurus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Provinsi Bali turut menyuarakan penolakan RUU tersebut dengan menggelar kajian perempuan sekaligus diskusi bersama di Kopi Prabu, Denpasar, Minggu (28/7/2019).
“RUU P-KS merupakan produk perundangan yang setelah dilakukan kajian mendalam dan berulang, banyak berisi pasal-pasal yang tidak berkesesuaian dengan Pancasila maupun nilai Agama,” ujar Ketua BPK KAMMI Bali, Riskiana Safitri
Menurutnya, konsep perlindungan akan seksualitas yang tercakup dalam rancangan undang-undang ini menegasikan peran keluarga sebagai pondasi perbaikan diri dan generasi dari kejahatan seksual.
Dalam kesempatan diskusi tersebut, KAMMI Bali turut mengundang Narasumber, yakni Bunda Suci Susanti, Kabid Media Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia. Beliau menyoroti 2 poin sebagai contoh dari keberadaan celah menganga yang bisa ditumpangi kepentingan-kepentingan gelap, yaitu poin nomor 6 tentang Prostitusi Paksa dan poin nomor 15 tentang Kontrol Seksual.
Poin Prostitusi Paksa menghadirkan pesan tersirat bahwa apabila prostitusi dilakukan secara sukarela berarti tidak apa-apa, ini akan menghadirkan pembenaran bahwa prostitusi adalah legal di mana pelacur dan pelanggannya tidak dapat dihukum.
“Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama yaitu tindak kekerasan maupun ancaman kekerasan secara langsung maupun tidak langsung, untuk mengancam atau memaksakan perempuan untuk menginternalisasi simbol-simbol tertentu yang tidak disetujuinya,” paparnya.
Contoh akibat yang bisa ditimbulkannya adalah orang tua tidak boleh turut campur soal aurat anak gadisnya, berpakaian seksi pun boleh karena dijamin undang-undang, apabila diminta menutup aurat oleh orang tuanya maka akan dikenakan pasal Kontrol Seksual. Juga berarti laki-laki yang memilih berpakaian ala perempuan tak boleh dilarang-larang, karena melarangnya termasuk kontrol seksual.
Bunda Suci tidak menafikan bahwa RUU PKS memiliki beberapa poin yang bagus. Akan tetapi ada “kepentingan gelap” yang mesti diwaspadai. Kepentingan yang berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan dengan efek domino terhadap pasal-pasal yang ada dalam RUU PKS ini.
“Pada pasal 1 poin 1 (hlm. 6), Kekerasan Seksual diartikan, Setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik,” tambahnya.
Karenanya, Bidang Perempuan KAMMI Bali menginstruksikan kepada seluruh bidang perempuan pengurus wilayah (BP PW) di Bali untuk mengadakan aksi Tolak RUU P-KS.
“Dan kami instruksikan untuk aktif mengkampanyekan penolakan terhadap RUU P-KS sekaligus melakukan edukasi di media sosial,” imbuh Riskiana.
Penolakan tersebut juga diwujudkan dalam aksi damai penolakan terhadap RUU P-KS dengan berfoto bersama membawa alat peraga berupa poster bertuliskan dan berisikan penolakan terhadap RUU p-ks. (DI)
Editor: N. Arditya