MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Ketua DPRD Bali, Made Adi Wiryatama melontarkan permohonan maaf kepada rakyat yang tak hentk-hentinya menyuarakan penolakan reklamasi Teluk Benoa. Permintaan maaf tersebut disampaikannya dalam pernyataan sikap DPRD Bali pada detik-detik terakhir pelaksanaan Rapat Paripurna DPRD Provinsi Bali ke-9 bersama Gubernur Bali, di Ruang Rapat Utama Kantor DPRD Bali, Rabu (26/6/2019).
Pernyataan tersebut terdiri dari beberapa poin, antara lain pertama, secara tegas dan jelas mendukung visi Gubernur Bali yaitu Nangun Sat Kerthi Loka Bali, yang pada intinya membangun dan menjaga Bali secara sekala niskala.
Kedua, mengenai reklamasi Teluk Benoa sikap Dewan sudah final dan tegas disampaikan ketika Gubernur Bali Baru terpilih pada 24 Agustus 2018.
DPRD Bali menyatakan sudah hadir disana dan telah disusun dengan dukungan tertulis kepada Bapak Gubernur terpilih, yang intinya reklamasi Teluk Benoa tidak bisa dilaksanakan.
“Ketiga, masalah adanya reklamasi Pelindo II yang kasat mata nampak dilakukan secara sporadis dan mungkin luput dari pandangan kawan-kawan yang kritis selanjutnya sudah ditindaklanjuti dengan menulis surat kepada Komisi I, II dan III untuk melakukan cek lapangan agar pembangunannya tidak dilakukan secara sporadis dan merusak lingkungan,” ujarnya.
Keempat, bagi kelompok masyarakat yang datang ke DPRD Bali dalam menyampaikan aspirasinya, Dewan menghormati.
“Namun demikian jika ada hal-hal pada kelompok masyarakat yang tidak kami terima, belum bisa diterima umpamanya karena hari libur atau hari kerja pun, tentunya kami dari lembaga ini mohon maaf,” ucapnya.
Sementara itu, menanggapi beberapa pernyataan tersebut, Koordinator ForBali, Wayan Suardana mewakili para pejuang Gerakan Tolak Reklamasi menerima permintaan maaf DPRD Bali dengan beberapa catatan, mengingat ForBali telah melakukan perjuangan tanpa henti selama 6 tahun belakangan. Serta menuntut aksi nyata dari pernyataan dukungan penolakan reklamasi yang telah diucapkan.
“Jika dengan ucapan maaf saja, itu hanyalah sebatas diplomatis politik agar kemudian DPRD Bali tidak dikritik oleh rakyat atas kelalaiannya selama ini terhadap gerakan reklamasi,” ucapnya melalui pesan suara.
Konsisten dengan pernyataan sikap dan tuntutan yang selalu disuarakan dalam tiap aksi, ForBali menuntut DPRD Bali menunjukkan keseriusannya dengan segera melakukan tindakan politik berupa pembentukan panitia khusus, maupun menyelenggarakan sidang paripurna yang berujung pada rekomendasi/pernyataan politik sesuai kewenangan politik dewan dalam bentuk tertulis, berisi pernyataan penolakan DPRD Bali terhadap reklamasi Teluk Benoa. Kemudian bersurat pada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk mencabut izin lokasi reklamasi Teluk Benoa. Dan mendukung tindakan Kementerian Lingkungan Hidup agar menghentikan proses amdal atau menyatakan amdal tidak layak karena tidak sesuai dengan aspek sosial budaya. Serta menerbitkan surat berupa permohonan pencabutan/revisi Perpres No.51 Tahun 2014.
“Apabila beberapa langkah tersebut benar dilakukan, barulah permintaan maaf dan dukungan penolakan reklamasi Ketua DPRD Bali diterima oleh rakyat,” tegasnya.
ForBali pun turut mengoreksi dan mempertanyakan pemahaman Dewan Bali atas kasus reklamasi yang ada di Bali. Pasalnya Ketua DPRD Bai tersebut malah mengaitkan Pelindo II dengan kasus reklamasi yang ada di Bali, padahal yang selama ini telah disengketakan oleh rakyat adalah Pelindo III.
Ditegaskan, Ketua DPRD Bali wajib memberikan penjelasan atas alasannya tidak bisa menjumpai rakyat secara langsung di tiap aksi demo rakyat selama 6 tahun.
“Penting untuk dijelaskan, kenapa dia tidak bisa menjumpai rakyat yang datang ke DPRD. Dan wajib dia jawab pertanyaan kami (rakyat) melalui media,” tutupnya. (DI)
Editor: N. Arditya