MENARAnews.com, Denpasar(Bali) – Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali menilai di Bali saat ini masih banyak ditemui tenaga kerja dibawah umur atau anak-anak khususnya di sektor informal, seperti di jalanan, baik atas keinginan sendiri maupun atas dorongan atau eksploitasi dari Orang tua.
“Tenaga kerja anak atau dibawah umur umumnya ditemui bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT), hingga turun ke jalanan. Entah bekerja atas dasar keinginan sendiri ataupun suruhan Orangtua,” jelas Ni Luh Gede Yastini, Divisi Hukum dan Advokasi KPPAD Bali, ditemui usai menjadi pembicara pada diskusi publik memperingati Hari Buruh Internasional di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, Rabu (1/5/2019).
Diskusi publik tersebut bertajuk ‘Mereka Juga Bekerja”, dimana mengajak masyarakat, khusunya Mahasiswa yang mendominasi acara diskusi, untuk membuka mata mengenal isu pekerja dari kelompok rentan.
Lebih lanjut terkait isu eksploitasi pekerja anak, Sejauh ini Dinas Ketenagakerjaan tidak menemukan adanya tenaga kerja dibawah umur pada sektor formal. Namun sayangnya untuk pengawasan dan pemantauan tenaga kerja dibawah umur pada sektor informal masih dirasa membutuhkan lebih banyak tenaga pengawas dari Dinas Ketenagakerjaan.
Selain itu, Gubernur Bali telah mengeluarkan surat edaran untuk melarang hal tersebut. Meski sudah terdapat imbauan dari gubernur, tentu masih dibutuhkan sosialisasi mulai dari tingkat desa agar tidak ada lagi yang mempekerjakan anak.
Yastini belum bisa memastikan angka pasti pemerdayaan tenaga kerja dibawah umur, khusunya di sektor informal. Hal tersebut diakuinya karena sulitnya pendataan terhadap tenaga kerja dibawah umur dengan kondisi keberadaan pekerja yang terpencar di banyak lokasi dalam satu daerah.
“Saya sampai sekarang belum berani mengatakan berapa data pasti anak-anak yang bekerja di sektor informal ini,” jelasnya.
Yastini juga menambahkan bahwa pada tahun 2020, Indonesia menargetkan bebas dari pekerja anak. Saat ini peraturan mengenai hal tersebut sudah tersedia, namun jika dilihat situasi yang terjadi saat ini, pekerja-pekerja anak masih ada.
Meski ada regulasi yang menetapkan bahwa boleh mempekerjakan anak mulai dari usia 13 hingga 15 tahun keatas, perlu dicatat bahwa mereka harus melakukan pekerjaan-pekerjaan yang ringan dan harus jelas adanya izin dari orangtua. Selain itu haknya untuk bersekolah juga harus diberikan. Anak-anak tersebut juga harus bekerja di siang hari.
“Tidak boleh bekerja dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi, itu tidak diperbolehkan,” jelasnya.
Guna meminimalisasi pekerja anak-anak ini, maka perlu dilakukan sosialisasi terkait keberadaan regulasi atau undang-undang yang melarang pekerja anak. Selain itu, Dinas Ketenagakerjaan harus melakukan pengawasan secara terus-menerus agar pekerja anak ini tidak terjadi.
Jika ada pelanggaran mengenai hal ini tentu harus dilakukan tindakan tegas.
Diskusi tersebut turut dihadiri Kadek Vany Primaliraning selaku Direktur YLBHI/LBH Bali, wartawan yang sekaligus alumni Rumah Berdaya KPSI Bali Angga Wijaya dan Miftachul Huda dari AJI Denpasar. (DI)
Editor: N. Arditya