MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Setelah sebelumnya menggelar kampanye global “16 Days of Activism” dalam rangkaian peringatan hari HAM sedunia, kali ini LBH Bali inisiasi kegiatan diskusi bertajuk pariwisata massal dan kaitannya dengan pemenuhan HAM, Kamis (13/12/2018), di Taman Baca Kesiman, Denpasar.
Pariwisata merupakan aspek penting dalam perkembangan perekoniman, namun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pariwisata massal tidak memberikan keuntungan secara keseluruhan dan merata. Pemerintah hanya mengukur kesejahteraan masyarakat Bali melalui pendapatan per kapita, yang mana hal itu 70 persen berasal dari pariwisata. “Tidak bisa dipungkiri hasil dan dampak dari pesatnya perkembangan pariwisata itu tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan. Bagaimana dalam proses perkembangannya, pariwisata massal telah mengabaikan lahan pertanian. Sehingga hak-hak warga masyarakat juga perlahan – lahan mulai terkikis karena pemerintah dengan semena-mena mengabaikan hak masyarakat demi tercapainya pembangunan pariwisata”, ungkap Aktivis Yayasan Manikaya Kauci, I Nyoman Mardika.
Sementara mengenai Hak Asasi Manusia, Koordinator ForBali, I Wayan “Gendo” Suardana menyampaikan bahwa hal tersebut berkaitan erat dengan masalah lingkungan hidup. Dalam peraturan perundang-undangan juga telah diatur dalam banyak pasal mengenai lingkungan hidup, dan Indonesia telah meratifikasi konvensi internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) yang kemudian diadopsi dalam UUD 1945 pasal 28 H. “Secara regulasi untuk hak-hak Ekosob di Indonesia sudah cukup lengkap bahkan sudah menjadi hak konstitusional yang artinya hak tertinggi seorang warga negara. Tapi permasalahannya ketika dihadapkan dengan realita hak – hak tersebut seringkali diabaikan”, tegasnya.
Mengacu pada pariwisata massal di Bali, hal tersebut sebenarnya dimulai pada saat pemerintahan Ida Bagus Oka dimana terjadi liberalisasai dari pariwisata budaya menjadi pariwisata massal. “Pengembangan pariwisata di masa pemerintahan Ida Bagus Oka seakan – akan tanpa konsep”, ujar Gendo.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Pariwisata Bali itu berbasis akan Budaya Bali dan budaya Bali lahir dari budaya agraris yang membutuhkan tanah dan air. “Realitanya ketika pariwisata massal terjadi, pembangunan akomodasi pariwisata berkembang dengan massif dan terjadilah alih fungsi lahan secara besar-besaran”, pungkasnya. (NN)
Editor: N. Arditya