MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Tingginya nilai ekonomi satwa langka yang dibarengi tingginya minat masyarakat mengakibatkan peredaran Tumbuhan Satwa Liar (TSL) di pasar gelap masih ada dengan berbagai modus operandi. Hal tersebut diungkapkan Kasubag TU Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali (BKSDA) Provinsi Bali, I Ketut Catur Marbawa, Kamis (29/11/2018).
Provinsi Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang tergolong masih rawan terhadap pemilikan, pemeliharaan, dan perdagangan satwa dilindungi UU secara illegal. “Kondisi ini diakibatkan oleh masih tingginya minat masyarakat untuk mengoleksi satwa-satwa langka, baik untuk tujuan kesenangan maupun untuk diperdaganggkan dengam berbagai metode transaksi gelap di pasar pasar hewan, bahkan yang lagi marak adalah dijual secara online”, jelasnya.
Guna meminimalisir terjadinya pemilikan, pemeliharaan dan perdagangan satwa dilindungi secara ilegal, baik dilakukan secara sengaja ataupun karena kelalaian masyarakat, Balai KSDA Bali secara periodik melakukan patroli pada wilayah-wilayah yang dianggap rawan. “Untuk ini kami secara berkala melakukan patroli dan membuka line call centre pengaduan masyarakat, serta meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait”, sebutnya saat ditemui di Kantor BKSDA, Jalan Suwung, Batan Kendal, Sesetan Denpasar.
Selain itu, Catur Mardawa menegaskan untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan pemilikan satwa dilindungi secara ilegal, pada tahun 2018 telah di dilakukan berbagai tindakan penertiban secara hukum seperti halnya laporan masyarakat yang diterima melalui call centre telah dilakukan penyelidikan terhadap pemilikan, pemeliharaan satwa dilindungi di Rumah Pohon Bukit Lemped, Desa Padang Kerta, Karangasem yang ditindaklanjuti bersama sama Ditkrimsus Polda Bali pada tanggal 23 Mei 2018 ditemukan satwa-satwa antara lain: 1 (satu) ekor Kijang (Muntiacus muntjak), 1 (satu) ekor Lutung Jawa (7/36/1 Trhaciphyticus auratus), 1 (satu) ekor Kucing Hutan (Felis bengalensis), dan 2 (dua) ekor Landak (Histric bracyura). “Atas tindak lanjut dari laporan tersebut telah ditetapkan tersangka dan yang bersangkutan dinyatakan melanggar Pasal 40 ayat 2 jp pasal 21 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1990 tentang KSDAH&E dan telah menjalani peradilan di PN Karangasem, begitu juga dengan penggagalan penyelundupan bagian-bagian satwa dilindungi berupa 25 Batu Laga (Turbo mamoratus) dan 19 Nautilus berongga (Nautilus pompilius) yang disisipkan pada pengiriman barang-barang kerajinan menggunakan dokumen milik CV. Prasada Bali Utama oleh Polisi Hutan Bandara I Gusti NguraH Rai”, tegasnya.
Lebih lanjut dirinya menekankan bahwa pelarangan pemilikan, pemeliharaan, dan perdagangan satwa dilindungi, bukan berarti masyarakat dilarang memiliki, atau memelihara satwa dilindungi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, serta satwa dilindungi hasil penangkaran generasi kedua dan lain sebagainya yang dinyatakan tidak dilindungi UU. “Oleh karena itu masyarakat yang memiliki hobi mengoleksi atau memelihara satwa dilindungi agar membeli hasil penangkaran yang bersertifikat dari penangkar. (NN)
Editor: N. Arditya