MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Kompleksitas permasalahan tunggakan pembahayaran iuran Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) menjadi sorotan tersendiri ditengah upaya pemerataan kesejahteraan oleh pemerintah.
Menyikapi banyaknya pemberitaan terkait permasalahan finansial BPJS maupun tunggakan di rumah sakit maka mengenai hal tersebut pihak BPJS menyampaikan demi memperlancar arus finansial fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan menjalin sinergi dengan lembaga perbankan maupun non perbankan dalam hal untuk fasilitas pembiayaan program Supply Chain Financing (SCF). “Program SCF bagi mitra faskes BPJS Kesehatan merupakan program pembiayaan oleh bank yang khusus diberikan kepada faskes mitra BPJS Kesehatan untuk membantu percepatan penerimaan pembayaran klaim pelayanan kesehatan melalui pengambilalihan invoice sebelum jatuh tempo pembayaran. Selain membantu likuiditas faskes tetap terjaga, SCF juga diharapkan dapat mendorong faskes untuk tetap memberikan pelayanan seoptimal mungkin kepada para peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS)”, jelas Kepala BPJS Cabang Denpasar, dr. Parasamya Dewi Cipta, Denpasar, Rabu (26/09/2018).
Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, BPJS Kesehatan wajib membayar klaim atas pelayanan yang telah diberikan oleh faskes kepada peserta paling lambat 15 hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap. “Hal ini merupakan peluang bagi lembaga perbankan untuk memberikan fasilitas pembiayaan modal kerja berupa talangan tagihan kepada pihak faskes selaku mitra BPJS Kesehatan. Saat ini BPJS Kesehatan telah meneken perjanjian kerjasama dengan bank mitra baik nasional maupun swasta yaitu Bank Mandiri, BNI, Bank KEB Hana, Bank Permata, Bank Bukopin, Bank Woori Saudara, dan Bank BJB serta multifinance yaitu TIFA Finance dan MNC Leasing”, lanjutnya
Mengenai tunggakan BPJS di rumah sakit mana saja di Bali, hal tersebut tidak pihaknya tidak bisa membuka ke publik karena terkait etika dalam kerjasama BPJS dengan rumah sakit tersebut. “Atas kondisi itu, untuk pelayanan terhadap pasien sampai saat ini masih lancar tidak ada kendala”, pungkasnya.
Sementara itu, dikonfirmasi terpisah kepada Direktur Keuangan RSUP Sanglah Yulis Quarti bahwa selama Juni dan Juli setiap bulannya BPJS Kesehatan menunggak pembayaran sekitar Rp 38 hingga 40 miliar per bulan. “Akibat tunggakan tersebut, RSUP Sanglah menunggak pembayaran obat kepada pihak ketiga yang menyediakan obat untuk RSUP Sanglah” katanya.
Sebanyak 90% pasien di RS Sanglah adalah pasien BPJS, sedangkan sisanya 10% pasien umum. “Realita tersebut membuat kondisi keuangan kami menjadi sulit namun beruntungnya pihak ketiga masih mau menyalurkan obat ke RSUP Sanglah. Kondisi tersebut tidak hanya terjadi di RSUP Sanglah, tetapi skala nasional. Saat ini ketersediaan obat masih mencukupi untuk pasien. Terkait tunggakan pembayaran ini, informasi yang diterima, BPJS Kesehatan telah mendapatkan suntikan dana dan kabarnya akhir September 2018 ini BPJS akan membayarkan ke seluruh rumah sakit, termasuk RSUP Sanglah. Semoga bisa terealisasi sehingga pelayanan terhadap pasien maksimal”, pungkasnya. (NN)
Editor: N. Arditya