MENARAnews.com, Denpasar (Bali) – Dalam rangka mendapatkan masukan mengenai penyajian data kepada masyarakat dan mengevaluasi kinerja, BPS Provinsi Bali gelar diskusi dengan awak media, di Colony Creative Hub Rooftop Plaza Renon Denpasar, (19/9/2018), siang.
Salah satu bahasan yang menjadi topik hangat dalam diskusi tersebut yakni mengenai data pengangguran di Provinsi Bali yang terkategori rendah. “Data Ketenagakerjaan di Bali untuk pengangguran hingga saat ini paling rendah dan dalam menyajikan data kami menggunakan gini ratio. Selain itu ada peran BPK juga sebagai evaluator dengan membandingkan data yang ada dengan data fakta di lapangan”, jelas Kabid Statistik Sosial BPS Provinsi Bali, Dedy Cahyono.
Sementara itu mengenai nilai inflasi dan deflasi, Kabid Statistik Distribusi BPS Provinsi Bali menjelaskan bahwa penghitungan aspek tersebut tidak hanya dihitung berdasarkan satu komoditas melainkan dari berbagai komponen. “Inflasi dan deflasi ini kita hitung tidak dengan satu komoditas namun dengan banyak komoditas sehingga tidak bisa dibandingkan dengan komoditas tertentu yang harganya sedang naik”, jelas I Gede Nyoman Subadri.
Menyikapi hal tersebut salah satu perwakilan media Bisnis Bali menanggapi tentang data penganguran dan kemiskinan yang dianggap perlunya parameter khususnya pada program bedah rumah. “Terkait data kemiskinan diperlukan parameter yang lebih sahih seperti parameter dalam menghitung angka kemiskinan terkait program bedah rumah. Apakah rumah yang sudah direnovasi/telah dilakukan bedah rumah, maka warga tersebut tidak masuk dalam angka kemiskinan lagi sedangkan pendapatan mereka tetap rendah atau tidak memiliki pendapatan”, ungkap Samawa dari Perwakilan Media Bisnis Bali.
Sambung Dedy Cahyono bahwa kemiskinan yang dihitung oleh BPS adalah kemiskinan absolut, sedangkan kemiskinan relatif tidak bisa dibandingkan. “Kemiskinan makro yang digunakan BPS tidak bisa mengetahui siapa dan dimana. Kemiskinan mikro muncul dari basis data terpadu di TNP2K yang dapat memunculkan data siapa dan dimana, parameter yang digunakan adalah 40 persen penduduk menengah kebawah”, tegasnya. (NN)
Editor: N. Arditya