MENARAnews, Denpasar (Bali) – Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan kebijakan khusus bidang perbankan terkait dampak letusan Gunung Agung Bali dengan menetapkan Kabupaten Karangasem Bali sebagai daerah perlakukan khusus terhadap kredit bank.
Kebijakan tersebut dikeluarkan setelah OJK mengkaji dampak erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem Bali, terutama di daerah yang secara langsung terkena bencana alam, sehingga perlu upaya-upaya khusus mempercepat pemulihan kinerja perbankan dan kondisi perekonomian paska-bencana alam tersebut. Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik, Anto Prabowo, Rabu (3/1/2018).
“Kebijakan OJK dituangkan dalam Keputusan Dewan Komisioner Nomor 20/KDK.03/2017 yang menetapkan Kabupaten Karangasem Bali sebagai daerah yang memerlukan perlakuan khusus terhadap kredit bank dan berlaku selama tiga tahun terhitung sejak tanggal 29 Desember 2017. Kebijakan tersebut bertujuan memberikan kelonggaran dalam penetapan kualitas kredit secara keseluruhan maupun kredit yang direstrukturisasi kepada debitur yang terkena dampak bencana alam erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem Bali,” tetang Anto Prabowo.
Menurutnya, kebijakan ini merupakan kelanjutan kebijakan OJK yang memberikan perlakuan khusus terhadap kredit yang disalurkan untuk debitur atau proyek yang berada di lokasi distressed area yang disebabkan karena bencana alam dan bersifat sementara (temporary measures).
Data OJK mencatat delapan kecamatan di Kabupaten Karangasem terkena dampak langsung dari bencana erupsi Gunung Agung yaitu Kecamatan Abang, Kecamatan Bebandem, Kecamatan Karangasem, Kecamatan Kubu, Kecamatan Manggis, Kecamatan Rendang, Kecamatan Sidemen dan Kecamatan Selat. Dari laporan bank umum dan BPR yang disampaikan pada 18 Desember 2017, data debitur dan kredit yang terdampak erupsi Gunung Agung berasal dari 11 bank umum dan 36 BPR. Jumlah debitur dari 11 bank umum yang terkena dampak langsung erupsi Gunung Agung sebanyak 19.430 dengan total baki debet Rp. 1,09 triliun.
Sementara itu, berdasarkan sektor usaha, kredit bank umum yang paling terdampak bencana adalah perdagangan besar dan eceran dengan total baki debet Rp. 689 miliar dengan total debitur 13.609. Sementara debitur dan kredit BPR yang terkena dampak berasal dari 36 BPR dengan total debitur 1.128 dengan total baki debet sebesar Rp. 148,9 miliar. Dengan sektor usaha yang paling terdampak bencana adalah perdagangan, hotel dan restoran dengan total baki debet Rp. 48,1 miliar dari 384 debitur.
Pihaknya juga menjelaskan,perlakuan khusus terhadap kredit bank mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 45/POJK.03/2017 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam, yang meliputi hal-hal sebagai berikut: pertama Penilaian Kualitas Kredit, yaitu Penetapan Kualitas Kredit Bank Umum dengan plafon maksimal Rp. 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar. Sementara itu bagi Kredit dengan plafon di atas Rp. 5 miliar, penetapan Kualitas Aset tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku, yaitu PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Penetapan Kualitas Kredit bagi BPR didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.
Kedua, Kualitas Kredit yang direstrukturisasi antara lain: Kualitas Kredit bagi Bank Umum maupun BPR yang direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan lancar sejak restrukturisasi sampai dengan jangka waktu sesuai Keputusan Dewan Komisioner. Dan restrukturisasi kredit tersebut di atas dapat dilakukan terhadap kredit yang disalurkan baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana.
Ketiga, Pemberian Kredit Baru terhadap Debitur yang Terkena Dampak dimana Bank dapat memberikan kredit baru bagi debitur yang terkena dampak bencana alam. Penetapan Kualitas Kredit baru tersebut di atas dilakukan secara terpisah dengan Kualitas Kredit yang telah ada sebelumnya.
Kemudian terakhir Pemberlakuan untuk Bank Syariah yang mana perlakuan khusus terhadap daerah yang terkena bencana alam berlaku juga bagi penyediaan dana berdasarkan prinsip syariah yang mencakup pembiayaan (mudharabah dan musyarakah), piutang (murabahah, salam, istisnha), sewa (ijarah), pinjaman (qardh), dan penyediaan dana lain. (NN)
Editor: N. Arditya