MENARAnews, Denpasar (Bali) – Forum Peduli Mangrove Bali (FPMB) bersama LSM di Bali yaitu Garda Tipikor, Lembaga Kajian Masalah Sosial (LKMS), Aliansi Penyelamat Demokrasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Bali mengajukan keberatan atas tuntutan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang memberikan tuntutan kepada tersangka pembalakan dan reklamasi liar terhadap hutan bakau didalam Kawasan Konservasi Tahura Ngurah Rai khususnya di Kelurahan Tanjung Benoa pada tanggal 11 Desember 2017, dimana para tersangka, yakni I Made Wijaya hanya 8 bulan penjara dengan denda 10 juta dan 5 tersangka lainnya hanya dituntut 5 bulan penjara. Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum FPMB, Steve W. S. Sumolang, di Balai Mangrove Suwung Kepaon Denpasar, Jumat (15/12/2017).
“Tuntutan JPU ini sangat bertolak belakang dengan semangat Pemerintah, khususnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dalam setiap kesempatan selalu menyampaikan untuk menjaga lingkungan dan memerangi perusakan lingkungan dalam konkretnya komitmen Pemerintah lndonesia dalam COP 21 di Paris, Perancis dan dipertegaskan kembali di COP 22 di Bond, Jerman. Dengan kejadian ini maka nampaknya komitmen tersebut hanya sebatas ucapan dan retorika belaka karena kenyataan tidak sama dengan harapan atau janji,” ujar Steve.
Disebutkan, dalam hal penegakan hukum, sepatutnya perusak lingkungan mendapatkan porsi perhatian yang lebih karena selain kejahatan narkoba dan korupsi, kejahatan lingkungan harus dihukum seberat-beratnya karena menimbulkan dampak jangka panjang terhadap ekosistem yang berimbas kepada banyak orang dan kualitas hidup manusia dan makhluk hidup lainnya dalam Bumi ini.
“Tuntutan JPU terhadap I Made Wijaya yang hanya 8 bulan penjara sangat melukai dan mencenderai rasa keadilan dimana sebelumnya di Probolinggo, Jawa Timur ada seorang Kuli Pasir menebang 3 batang pohon dipenjara 2 tahun, denda 2 Milyar Rupiah dan Didin seorang rakyat jelata mencari cacing di Taman Nasional Pangranggo dituntut 10 tahun penjara. Jika dibandingkan sangat tidak adil hukuman yang diterima I Made Wijaya yang sepantasnya bisa mendapatkan hukuman yang sama beratnya. Jika ini dibiarkan maka akan menjadi preseden buruk terhadap penyelamatan lingkungan di Bali malah dengan kesadaran dan kesengajaan melanggar aturan,” ungkapnya.
Diterangkan Steve, hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan. “Apakah karena I Made Wijaya seorang Anggota DPRD Kabupaten Badung yang notabene merupakan kabupaten terkaya nomor 2 se-lndonesia, sekaligus seorang Bendesa Adat Tanjung Benoa dan juga pengusaha sukses di bidang Water Sport di Tanjung Benoa? Bukannya siapapun berkedudukan sama di Mata Hukum dan harus dijatuhi hukuman dan sanksi yang setimpal atau sesuai dengan perbuatannya? Apakah ini merupakan cerminan hukum di Indonesia? Kami melihat Tuntutan JPU dalam kasus ini semakin membenarkan kesan bahwa hukum Indonesia tajam kebawah tapi tumpul keatas,” kata Ketua FPMB.
Sementara itu, lebih ironis iagi tuntutan JPU ini dilakukan ditengah tuntutan masyarakat yang hampir 3 tahun menyuarakan penolakan terhadap reklamasi dikawasan Teluk Benoa yang merupakan Kawasan Suci bagi umat Hindu dan Kawasan Konservasi miiik Pemerintah (KLHK), apakah Pemerintah acuh dan tak peduli terhadap suara rakyat selama ini?
Pariwisata menjadi prioritas Pemerintah kedepan sebagai salah satu sumber devisa utama Negara karena selain penyerapan tenaga kerja yang lebih dibanding bidang Iain juga paling ramah lingkungan dan memberikan dampak lingkungan paling minimal. Jika perusakan lingkungan tersebut terus dibiarkan maka akan menghancurkan salah satu modal utama Pariwisata Bali yaitu keindahan alamnya.
“Kami berharap ada keterbukaan proses hukum dan semoga tidak ada aliran uang haram tersebut yang dapat mengintervensi proses dan penegakan hukum yang sedang berjalan. Kami meminta keadilan dan hukuman yang seberat-beratnya terhadap kasus perusakan lingkungan jika Pemerintah Indonesia benar serius dalam komitmen penanganan dan memelihara Iingkungan hidup, terlebih lagi di Bali dimana semua mata Dunia melihat dan mengamati. Kami berharap agar proses hukum terhadap I Made Wijaya bisa lebih tegas, beratnya hukuman harus dapat seimbang dengan kasus serupa iainnya agar menjadi contoh dan memberikan efek jera kepada para penjahat Iingkungan. Hal ini agar di masa yang akan datang perjuangan untuk menjaga Iingkungan dari para penjahat perusak lingkungan bisa berhasil sehingga menghasilkan lingkungan Bali yang Iebih baik bagi anak cucu kita. Untuk itu kami minta aksi dan langkah nyata Bapak segera,” pungkasnya.
Sementara itu, LSM Garda Tipikor, Pande Mangku Rata, mengatakan bahwa kami akan turut mengawal kasus ini, peduli penegakan hukum khususnya terhadap korupsi dan kerugian negara yang cukup memperihatinkan apabila mengambil perbandingan- perbandingan kasus lain. “Penegak hukum atau JPU perlu menginstropeksi diri adanya indikasi masuk angin,” imbuhnya. (NN)
Editor: N. Arditya