MENARAnews, Denpasar (Bali) – Fenomena keluarnya asap di kawah Gunung Agung (GA) beberapa hari lalu dengan volume lebih banyak, berwarna lebih pekat dan jangkauannya lebih tinggi dari hari biasanya termasuk kategori erupsi yang disebut erupsi freatik, namun fenomena tersebut tidak terlalu berbahaya karena sebelumnya sudah pernah terjadi walaupun tidak bisa dilihat secara langsung oleh masyarakat karena volume, tingkat kepekatan dan tingginya awan lebih rendah.
Fenomena tersebut diharapkan dapat dipahami dan dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga tidak sampai menimbulkan pemikiran dan penafsiran berlebihan yang menyebabkan ketakutan. Demikian penegasan yang disampaikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali, Dewa Made Indra saat melakukan jumpa pers dengan para awak media yang kala itu turut didampingi Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali di Ruang Media Centre Kantor Gubernur Bali, Jumat (24/11/2017).
“Masyarakat awam baru mengenal istilah erupsi freatik, ini hal yang biasa, tidak terlalu membahayakan, hanya semburan asap tidak ada disertai material. Masyarakat yang mengalami perubahan vulkanik dalam rentan waktu agak lama selama ini tentu mengalami ketakutan, hingga ada sebagian masyarakat yang kembali mengungsi. Jadi mari kita bersama-sama pahami dan pelajari fenomena-fenomena yang dialami gunung berapi,” cetus Dewa Indra seraya menjelaskan ketakutan yang dialami para warga memiliki sisi positif bahwa masyarakat yang berlokasi diseputaran GA sudah waspada terhadap bahaya bencana yang bisa terjadi kapan saja.
“Dengan adanya ketakutan seperti itu, sebenarnya ada indikasi masyarakat sudah mengerti ancaman bahaya yang ada disekelilingnya, mengikuti perkembangan aktivitas Gunung Agung, selalu waspada dan siaga, ini terbukti masyarakat langsung melakukan evakuasi saat melihat ada kelainanan yang terjadi pada gunung,” imbuh Dewa Indra.
Lebih jauh, Ia menjelaskan kondisi vulkanik GA saat ini masih berlangsung, fenomena yang naik-turun dipengaruhi perubahan internal gunung. Untuk itu Ia berharap masyarakat tetap waspada dan siaga, mengingat satu hukum dari bencana yakni tidak ada yang pasti.
“Jika kita sudah menyadari potensi yang bisa datang kapan saja tentu kita akan bisa menghindar, semakin siap berarti kita siap mengalami situasi terburuk,” ujarnya seraya menyatakan pemantauan aktivitas GA terus dilaksanakan selama 24 jam, begitupula tindakan antisipasi dan sosialisasi terus digalakkan kepada masyarakat.
Hal ini terbukti dengan terbentuknya relawan Pasemetonan Jaga Baya (Pasebaya) GA yang terdiri dari relawan desa-desa setempat dan para aparat Desa yang terus mendapatkan sosialisasi dari Satker Siaga Bencana, untuk selanjutnya informasi yang didapat diteruskan kepada masyarakat.
“Latihan evakuasi terus dilakukan, para relawan dituntun untuk melakukan evakuasi mandiri, mereka yang akan mengarahkan jalur, daerah mengungsi yang dituju, maupun jumlah pengungsi. Semua unsur siap, tingkat kesiapan akan mempengaruhi tingkat resiko, dan pemerintah akan berusaha meminimalisir resiko yanbg terjadi,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra Putra mengajak semua pihak untuk menciptakan situasi yang kondusif dengan menyebarkan berita yang terpercaya.
“Jangan menjadi pencipta berita yang tidak benar, karena berita yang kita sebarkan bisa menjadi pemahaman kondisi secara luas terutama di media sosial. Jika salah memberikan berita, tentu ditangkap salah oleh penerimanya. Oleh karena itu mari kita bekerjasama menciptakan suasana yang kondusif demi ketenangan masyarakat,” cetus Dewa Mahendra mengakhiri jumpa pers tersebut. (NN)
Editor : N. Arditya